Membangun,
Memelihara dan Meningkatkan
ETHOS KERJA
“Etos kerja dapat di
artikan sebagai pandangan bagaimana melakukan kegiatan yang bertujuan
mendapatkan hasil atau mencapai kesuksesan”
Etos kerja sangat di
perlukan oleh kita sebagai insan yang hidup di dunia ini yang hanya menyediakan dua pilihan antara Mencintai
pekerjaan atau Mengeluh setiap hari.
Jika kita tidak bisa
mencintai pekerjan , maka kita hanya akan memperoleh “5 – ng” : ngeluh, ngedumel,
ngegosip, ngomel, ngeyel.
Dalam urusan etos kerja,
bangsa indonesia sejak dulu di kenal memiliki etos kerja yang kurang baik,
sampai pada jaman pendudukan Belanda mereka menyebut kita dengan sebutan yang
mengejek, in lander pemalas.
Begitupun selama perjalanan
bangsa ini salah satu faktor yang menyebabkan krisis multidimensi Indonesia
sejak tahun 1997 adalah merajalelanya etos kerja yang buruk. Di bidang ekonomi,
masyarakat lebih mengutamakan ekonomi rente daripada ekonomi riil, sebuah
cerminan etos kerja yang ingin cepat kaya tanpa kerja keras.
Di bidang birokrasi untuk
bias duduk di jabatan tertentu harus menyogok, yang mencerminkan etos yang
mengutamakan jabatan demi uang dan kekuasaan daripada prestasi dan pelayanan
publik.
Dibidang pendidikan, ijazah
bias dibeli asal ada uang, merupakan cerminan etos buruk yang menginginkan
gelar tanpa kompetensi.
Sebagai perbandingan, kita
dapat mengutip etos jepang dan jerman. Jepang terkenal dengan etos samurai, (1) bersikap benar dan bertanggung jawab,
(2) berani dan ksatria, (3)
murah hati dan mencintai, (4) bersikap santun dan hormat, (5) bersikap tulus
dan sungguh – sungguh, (6) menjaga martabat dan kehormatan, dan (7) mengabdi
pada bangsa.
Bagaimana dengan Etos Kerja Bangsa Indonesia?
Pada kenyataan dan umumnya,
dari hasil pengamatan terhadap etos kerja negatif di Indonesia, Mochtar Lubis
dalam bukunya Manusia Indonesia [1977], ‘etos
kerja’ orang Indonesia adalah :
(1) Munafik atau hipokrit. Suka
berpura-pura, lain di mulut lain di hati;
(2) Enggan bertanggung jawab.
Suka mencari kambing hitam;
(3) Berjiwa feodal. Gemar
upacara, suka dihormati daripada menghormati dan lebih mementingkan status
daripada prestasi;
(4) Percaya takhyul. Gemar hal
keramat, mistis dan gaib;
(5) Berwatak lemah. Kurang kuat
mempertahankan keyakinan, plinplan, dan gampang terintimidasi.
Dari kesemuanya, hanya ada
satu yang positif, yaitu (6) Artistik; (dekat dengan alam)
Dan karena hal tersebut
bangsa Indonesia kini sudah menjadi bangsa paria di dalam pergaulan
internasional. Utang semakin banyak, korupsi marajalela dan tidak mampu
menangani bencana dalam negeri. Contohnya saat bencana di Aceh dan Nias,
menjadi cermin yang nyata betapa miskin dan tidak berdayanya bangsa ini.
Mengurus rakyat hampir tidak mampu tetapi KKN jalan terus.
Melihat kenyataan ini, dan sebagai bentuk keperdulian sudah sepantasnya
mengkampanyekan etos kemana – mana. Karena kita harus yakin dari seluruh bangsa
Indonesia, tidak semua memiliki etos yang buruk. Misalkan ada pendapat yang
mengatakan bahwa masih ada yang mempunyai hati nurani, memikirkan kepentingan
orang banyak, dan bersedia berkorban.
Atas kenyakinan seperti
itulah diperlukan upaya memperkuat etos sebisa mungkin dengan merumuskan
motivasi kerja. Itulah akar yang membentuk
etos kerja dengan memaknainya secara sistematis sebagai berikut :
1.
Kerja adalah rahmat, apapun pekerjaan kita entah pengusaha,
pegawai kantor, sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari tuhan. Bakat
dan kecerdasan yang memungkinkan kita bekerja adalah anugrah.
2.
Kerja adalah amanah, etos ini membuat kita bias bekerja sepenuh
hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya
3.
Kerja adalah panggilan, kerja adalah keharusan
untuk mengabdi.
4.
Kerja adalah aktualisasi, meski kadang membuat kita
lelah bekerja merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan
membuat merasa “ada” bagaimanapun sibuk bekerja jauh lebih menyenangkan
daripada duduk bengong tanpa pekerjaan.
5.
Kerja adalah ibadah, tak perduli apa pun agama atau kepercayaan
, semua pekerjaan yang halal merupakan ibadah.
6.
Kerja adalah seni, bekerja dengan enjoy seperti halnya
melakukan hobi;
7.
Kerja adalah kehormatan, seremeh apa pun pekerjaan
kita, itu adalah sebuah kehormatan.
8.
Kerja adalah pelayanan, bekerja adalah pengabdian
kepada sesama
Dengan adanya komitmen yang
dimulai dengan merumuskan etos seperti itu, setidaknya menunjukkan adanya tekad
memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik.
Etos kerja sangat penting
untuk memperkuat bangsa dari sudut kerja, karena semua bidang kehidupan seperti
bisnis, politik, sosial, dan sebagainya sebenarnya bergulat pada sebuah dunia
yang disebut kerja. Ada pekerja politik, pekerja bisnis, pekerja sosial,
pekerja birokrasi, yang semuanya menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk
pekerja.
Rendahnya etos Indonesia
juga diperparah dengan negatifnya keteladanan yang ditunjukkan oleh para
pemimpin. Mereka merupakan model bagi masyarakat yang bukan hanya memiliki
kekuasaan formal, namun juga kekuasaan nonformal yang justru sering
disalahgunakan.
Etos mencakup sikap
terhadap waktu, kerja, dan masa depan yang kemudian membentuk sehimpunan
perilaku khas individu atau organisasi. Pada tingkat internasional sudah
dibuktikan bahwa maju tidaknya peradaban sebuah bangsa ditentukan oleh etosnya.
Aspek-Aspek
Etos (Etika) Kerja
Setiap manusia memiliki spirit (roh) keberhasilan, yaitu
motivasi murni untuk meraih dan menikmati keberhasilan. Roh inilah yang
menjelma menjadi perilaku yang khas seperti kerja keras, disiplin, teliti,
tekun, integritas, rasional, bertanggung jawab dan sebagainya. Lalu perilaku
yang khas ini berproses menjadi kerja yang positif, kreatif dan produktif.
Sederhananya ada empat
pilar yang sesungguhnya bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem
keberhasilan yang berkelanjutan (sustainable success system) pada semua
tingkatan yang dikenal dengan konsep
Empat Darma Keberhasilan Utama, yaitu:
1.
Mencetak
prestasi dengan motivasi superior
2.
Membangun
masa depan dengan kepemimpinan visioner.
3.
Menciptakan
nilai baru dengan inovasi kreatif.
4.
Meningkatkan
mutu dengan keunggulan insani.
Etos (etika) kerja dipengaruhi oleh beberapa
faktor,
yaitu:
1.
Agama
Adanya korelasi positif antara sebuah sistem kepercayaan
tertentu dengan kemajuan ekonomi, kemakmuran, dan modernitas.
2.
Budaya
Sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja
masyarakat juga disebut sebagai etos budaya. Kemudian etos budaya ini secara
operasional juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ditentukan
oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat
yang memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi.
Sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang konservatif akan
memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos
kerja.
3.
Sosial
politik
Tinggi atau rendahnya etos kerja suatu masyarakat
dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong
masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras mereka
dengan penuh.
4.
Kondisi Lingkungan
(geografis)
Adanya indikasi bahwa etos kerja dapat muncul
dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan alam yang mendukung
mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat
mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk
turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.
5.
Pendidikan
Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber
daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai
etos kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada
pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan
pendidikan, keahlian dan keterampilan,
6.
Motivasi
intrinsik individu
Individu memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu
yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap, yang
tentunya didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan ini
menjadi suatu motivasi kerja, yang mempengaruhi juga etos kerja seseorang
Etos Kerja dalam Islam
Sesungguhnya dikotomi
antara "kerja" dengan "belajar" tidak perlu terjadi.
Karena, apabila kita menghayati ikrar kita secara mendalam pada proposisi
"Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in" dalam surat Al-Fatihah, maka
dunia kehidupan kaum Muslimin bernuansa ibadah yang sangat kental. Dalam
firman-Nya yang lain, Allah mengatakan, "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan
manusia, melainkan untuk beribadah," (QS Adz-Dzariyat, 51 : 56). Sehingga,
jelas-jelas tidak ada pemisahan antara yang sakral dengan yang profan, yang
duniawi dengan yang ukhrawi.
Ketika mengomentari ayat,
"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (perjanjian) itu"
(QS Al-Ma'idah, 5 :1), Raghib Isfahani, sebagaimana dikutip Seyyed Hossein Nasr
(1994) mengatakan bahwa perjanjian-perjanjian itu meliputi
perjanjian-perjanjian antara Tuhan dan manusia, yakni kewajiban-kewajiban
manusia kepada Tuhan; [perjanjian antara manusia dan dirinya sendiri; dan
[perjanjian] antara individu dan sesamanya.
Dari
uraian tersebut, tanggung jawab terhadap kerja berarti kesiapan untuk
bertanggung jawab di hadapan Yang Mutlak karena kerja adalah saksi bagi semua
tindakan manusia. Dalam ushuluddin disebut-sebut perihal konsep ma'ad atau qiyamah yang
bila diterjemahkan dalam keseharian akan sangat mendukung sekali terhadap
profesionalisme dalam bekerja.
"Kerja
berkaitan erat dengan doa dan hidayah bagi semua masyarakat tradisional dan
kaitan ini dirasakan dan diaksentuasikan dalam Islam. Shalat dan kerja memiliki
keterkaitan yang prinsipal. "Di sana
hubungan antara shalat, kerja, dan amal saleh selalu ditekankan.”
Implikasi
praktisnya adalah bahwa sebagaimana kita mencoba khusyu dalam shalat, maka
begitu pula dalam bekerja kita mencoba untuk meng-khusyu'-kan diri. Dalam
bahasa bisnisnya, berusaha bersikap lebih profesional.
Pada
dasarnya jika mengacu pada etos kerja islam sangatlah dominan sekali dan hampir
sama hanya yang membedakan adalah individu nya, bagaimana mereka melakukan etos
kerja secara konsistensi tanpa mengenal kata puas dan berhenti, terus menerus
mengembangkan kemampuan serta rasa nasionalisme yang sangat tinggi.
Satu Perbandingan : Etos kerja Bangsa Jepang
Salah
satu hal yang meladasi pembaharuan di jepang adalah sikap mereka dalam mempertahankan kebudayaan dan etos kerja. Meskipun
mereka menjadi bangsa yang maju, namun nilai – nilai dasar masyarakat jepang
tidak pernah hilang. Nilai – nilai itu terangkum dalam konsep filosofis
seperti Bushido dan Kaizen.
Di
Jepang semua komponen digerakkan untuk melakukann perubahan demi mencapai
kepuasan terhadap masyarakat.
Ada
karakteristik khas
jepang yang mendorong bangsa ini maju antara lain :
1. Bangsa jepang menghargai
jasa orang lain;
2. Orang jepang menghargai
hasil pekerjaan orang lain;
3. Setiap orang harus
berusaha.
4. Orang jepang mempunyai
semangat yang tidak pernah luntur, tahan banting, dan tidak mau menyerah.
5. Jepang adalah bangsa yang
menghargai tradisi dan memegang teguh kebudayaan yang telah di wariskan oleh
pendahulunya.
6. Kehausan yang tidak pernah
puas akan pengetahuan.
Bangsa
jepang memiliki etos dan budaya kerja yang unik. Menurut mereka :
·
Bekerja adalah untuk kesenangan, bukan sekedar untuk
mendapatkan gaji. Tentu saja orang jepang juga tidak bekerja tanpa gaji atau di
gaji yang rendah, tetapi kalau gajinya lumayan orang jepang bekerja untuk
kesenangan;
·
Harus
mendewakan langganan. Okyaku
sama ha kamisama desu’ langganan adalah tuhan’, pribahasa ini
dikenal oleh semua orang jepang. Dan sudah menjadi motto.
·
Bisnis adalah perang. Orang jepang yang di
dunia bisnis menganggap bisnis sebagai perang yang melawan dengan perusahaan
lain. Budaya bisnis jepang lebih mementingkan keuntungan jangka panjang.
Ada beberapa sifat positif
yang dimiliki bangsa jepang yang patut dicontoh dan membuat mereka maju,
berkembang sangat pesat :
·
Kerja keras,
·
Budaya kerja,
·
Semangat kerja,
·
Disiplin,
·
Loyalitas,
·
Cerdik meniru,
·
Rasa malu,
·
Inovasi,
·
Kebersamaan,
·
Pantang menyerah,
·
Hemat,
·
Menjaga tradisi,
·
Perana perempuan,
·
Rapi dan bersih,
·
Gesit,
·
Jujur,
·
Efisien,
·
Patriotic,
·
Sederhana
Seperti kita ketahui bahwa bangsa Jepang terkenal dengan sebutan
bangsa yang masyarakatnya memiliki etos kerja yang luar biasa dalam hal kerja
keras, disiplin tinggi dan tetap memegang teguh budaya leluhurnya seiring
dengan kemajuan di berbagai bidang IPTEK. Masyarakat Jepang betul-betul
menghayati bahkan menerapkan falsafah “bushido”(etos para
samurai), yang secara harfiah bushido itu berart berasal dari Bu berarti Senjata, Shi
berarti Orang (Bushi : Orang yang dipersenjatai atau dikenal sebagai
prajurit), dan Doyang artinya Jalan / The
Way of Life. Sehingga makna Bushido dapat diartikan
sebagai Jalan Prajurit dan Bushido sendiri akhirnya dikenal
sebagai karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang.
7(tujuh ) prinsip
dalam Bushido :
(1) Gi :
keputusan benar diambil dengan sikap benar berdasarkan kebenaran, jika harus
mati demi keputusan itu, Matilah dengan gagah, terhormat,
(2) Yu :
berani, ksatria,
(3) Jin :
murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama,
(4) Re :
bersikap santun, bertindak benar,
(5) Makoto :
tulus setulus-tulusnya, sungguh-sesungguh-sungguhnya, tanpa pamrih,
(6) Melyo :
menjaga kehormatan martabat, kemuliaan,
(7) Chugo :
mengabdi, loyal.
Prinsip bushido ini
sekalipun awalnya diterapkan dikalangan para prajurit saja, namun perputaran
waktu yang membawa Jepang menjadi bangsa yang maju adalah bukti bahwa bushido
dapat diterapkan dalam segala aspek, termasuk para wirausaha, birokrat dan kaum
cendekiawan serta seluruh lapisan masyarakat. Karena bushido adalah karakter
budaya kerja asli Jepang.
Etos
sebagai keyakinan yang berfungsi sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang,
sekelompok, atau sebuah institusi. Keberhasilan individu ataupun institusi
biasanya didasari dengan etos kerja yang sangat kuat. Oleh sebab itu etos kerja
menjadi penting untuk menjadi dasar dalam memulai bekerja.Untuk menumbuhkan
etos kerja di lingkungan.
Etos kerja juga merupakan totalitas kepribadian dirinya serta caranya
mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada sesuatu, yang
mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal sehingga pola
hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan makhluk
lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja berhubungan dengan beberapa hal
penting seperti: Orientasi ke masa depan, menghargai waktu , tanggung jawab, Hemat
dan sederhana, Persaingan sehat.
Secara umum, etos kerja berfungsi
sebagai alat penggerak tetap perbuatan dan kegiatan individu sebagai seorang
pengusaha atau manajer. Fungsi etos kerja adalah:
(a) Pendorang timbulnya perbuatan
(b) Penggairah dalam aktivitas
(c) Penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.
(b) Penggairah dalam aktivitas
(c) Penggerak, seperti; mesin bagi mobil, maka besar kecilnya motivasi yang akan menentukan cepat lambatnya suatu perbuatan.

Cara Menumbuhkan Etos Kerja :
1. Menumbuhkan sikap optimis :
- Mengembangkan semangat dalam diri
- Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai
- Motivasi diri untuk bekerja lebih maju
2. Jadilah diri anda sendiri :
- Lepaskan impian
- Raihlah cita-cita yang anda harapkan
1. Menumbuhkan sikap optimis :
- Mengembangkan semangat dalam diri
- Peliharalah sikap optimis yang telah dipunyai
- Motivasi diri untuk bekerja lebih maju
2. Jadilah diri anda sendiri :
- Lepaskan impian
- Raihlah cita-cita yang anda harapkan
3. Keberanian untuk memulai :
- Jangan buang waktu dengan bermimpi
- Jangan takut untuk gagal
- Merubah kegagalan menjadi sukses
4. Kerja dan waktu :
- Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)
- Jangan cepat merasa puas
5. Kosentrasikan diri pada pekerjaan :
- Latihan berkonsentrasi
- Perlunya beristirahat
6. Bekerja adalah sebuah panggilan Tuhan
- Jangan buang waktu dengan bermimpi
- Jangan takut untuk gagal
- Merubah kegagalan menjadi sukses
4. Kerja dan waktu :
- Menghargai waktu (tidak akan pernah ada ulangan waktu)
- Jangan cepat merasa puas
5. Kosentrasikan diri pada pekerjaan :
- Latihan berkonsentrasi
- Perlunya beristirahat
6. Bekerja adalah sebuah panggilan Tuhan
Aspek Kecerdasan yang Perlu Dibina dalam Diri, untuk Meningkatkan Etos Kerja :
1.
Kesadaran : keadaan mengerti akan pekerjaanya.
2.
Semangat : keinginan untuk bekerja.
3.
Kemauan : apa yang diinginkan atau
keinginan, kehendak dalam bekerja
4.
Komitmen : perjanjian untuk melaksanakan
pekerjaan (janji dalam bekerja).
5.
Inisiatif : usaha mula-mula, prakarsa dalam
bekerja.
6.
Produktif : banyak menghasilkan sesuatu bagi
perusahaan.
7.
Peningkatan : proses, cara atau perbuatan
meningkatkan usaha, kegiatan dan sebagainya dalam bekerja.
8.
Wawasan : konsepsi atau cara pandang
tentang bekerja
Dalam hidup, kadang kita memang
harus melakukan banyak hal yang tidak kita sukai. Tapi kita tidak punya pilihan
lain. Tidak mungkin kita mau enaknya saja. Kalau suka makan ikan, kita harus
mau ketemu duri. Dalam dunia kerja, duri bisa tampil dalam berbagai macam
bentuk. Gaji yang
kecil, teman kerja yang tidak menyenangkan, atasan yang kurang empatik, dan masih banyak lagi. Namun, justru dari sini kita akan ditempa untuk menjadi lebih berdaya tahan.
kecil, teman kerja yang tidak menyenangkan, atasan yang kurang empatik, dan masih banyak lagi. Namun, justru dari sini kita akan ditempa untuk menjadi lebih berdaya tahan.
Dalam urusan etos kerja, bangsa
Indonesia sejak dulu dikenal memiliki etos kerja yang kurang baik. Di jaman
kolonial, orang-orang Belanda sampai menyebut kita dengan sebutan yang
mengejek, in lander pemalas. Ini berbeda dengan, misalnya, etos Samurai yang
dimiliki bangsa Jepang. Mereka terkenal sebagai bangsa pekerja keras dan ulet.
Namun, pekerja keras sama sekali berbeda dengan workaholic. Pekerja keras bisa membatasi diri, dan tahu kapan saatnya menyediakan waktu untuk urusan di luar kerja. Sementara seorang workaholic tidak. Kondisi kerja yang menyenangkan adalah kerja bareng semua pihak. Bukan hanya bawahan, tapi juga atasan. Sering seorang atasan mengharapkan bawahannya bekerja keras, sementara ia sendiri secara tidak sengaja melakukan sesuatu yang melunturkan semangat kerja bawahan. contoh, atasan yang mengritik melulu jika bawahan berbuat keliru, tapi tak pernah memujinya jika ia menunjukkan prestasi.
Secara manusiawi hal itu akan menyebabkan bawahan kehilangan semangat bekerja. Buat apa bekerja keras, toh hasil kerjanya tak akan dihargai. Ingat, pada dasarnya manusia menyukai reward.
Namun, pekerja keras sama sekali berbeda dengan workaholic. Pekerja keras bisa membatasi diri, dan tahu kapan saatnya menyediakan waktu untuk urusan di luar kerja. Sementara seorang workaholic tidak. Kondisi kerja yang menyenangkan adalah kerja bareng semua pihak. Bukan hanya bawahan, tapi juga atasan. Sering seorang atasan mengharapkan bawahannya bekerja keras, sementara ia sendiri secara tidak sengaja melakukan sesuatu yang melunturkan semangat kerja bawahan. contoh, atasan yang mengritik melulu jika bawahan berbuat keliru, tapi tak pernah memujinya jika ia menunjukkan prestasi.
Secara manusiawi hal itu akan menyebabkan bawahan kehilangan semangat bekerja. Buat apa bekerja keras, toh hasil kerjanya tak akan dihargai. Ingat, pada dasarnya manusia menyukai reward.
Demikian tulisan ini Saya
persembahkan semayta untuk membakar semangat dan menggiring semua untuk
menjiwai pekerjaan dan berusaha mengerjakannya dengan hati yang tulus dengan
niatan yang kuat untuk ibadah. Bekerja-bekerja
dan terus bekerja adalah sebuah fenomena besar yang akan Kita tuangkan di era
perubahan untuk menyongsong globalisasi dan persaingan yang sangat begitu hebat
“SALAM
SEMANGAT..TERUS BERKARYA…DAN MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DIRI DALAM SETIAP
KESEMPATAN”
Catatan Biodata Penulis
:
Fungsional Widyaiswara di Balai pelatihan Tenaga KUMKM Jawa
Barat, putra ke-12 dari Keluarga Pasangan KH Mansoer Almarhum dan Hj. E.
Mastiharah lahir di Kuningan Jawa Barat pada 14 Januari 1970. Penulis sedang menempuh jenjang pendidikan
S2 IKOPIN mengambil konsentrasi Manajemen Koperasi, serta memiliki hobi
menulis sejak SMA dengan kompetensi pengajaran : Kewirausahaan, Manajemen
Koperasi, Kelembagaan dan Pemberdayaan Masyarakat serta Manajemen Usaha Kecil
|
Komentar
Posting Komentar